Kamis, 31 Oktober 2013

Jeritan Rakyat ; Tercederainya Sistem Demokrasi Di Indonesia
            Indoensia adalah negara majemuk,  yang kemudian kemajemukan haruslah di lindungi, di hormati dan di lestarikan sebagaimana diwujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kemajumukan inilah sehingga timbul pemahaman bahwa toleransi antara setiap perbedaan baik suku, budaya maupu, agama suatu keniscayaan yang kita tidak dapat dingingkari di negara kepulauan ini. Indonesia juga adalah negara yang jumlah masyarakatnya peringkat ketiga terbanyak di seluruh dunia dan bukan hanya itu, jumlah umat islam terbanyak di seluruh dunia pun berada di negara kepulauan ini.
            Berlandasakan pada kemajemukan dan sikap toleransi serta di dukung oleh persamaan hak sebagai mana diistilahkan dengan HAM  ( Hak asasi manusia ) itulah maka lahairnya pemahaman bahwa setiap manusia memilikia kebebasan berpemdapat sebagai mana di atur dalam UUD tahun, Pasal 28, bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
            Lebih lanjut pengertian kemerdekaan mengemukakan pendapat dinyatakan dalam Pasal 1 (1) UU No. 9 Tahun 1998, bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 juga mengatur tentang mengemukakan pendapat di muka umum. Pengertian di muka umum adalah di hadapan orang banyak atau orang lain, termasuk tempat yang dapat didatangi dan/atau dilihat setiap orang.
            Bukan hanya itu, UUD juga menegaskan bahwa setiap warga negara juga berhak menyatakan pikiran dan sikap sebagaimana termaktub dalam  UUD 1945 Pasal 28 E ( E ) yang berbunyi, bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
            Berlatar belakang inilah , maka mulai bermunculan pemikiran pemikiran dari masyarakat, bagaimana mereka bisa  menyampaikan aspirasi - aspirasi meraka, baik yang menyangkut perpolitikan, agama sosial dan                          budaya. Dari sinilah maka lahirnya apa yang di namakan ormas                                                        ( Organisasi     Kemasyarakatan ) sebagai wujud perjuang masyarakat dalam mengawasi serta mengikutsertakan dalam proses pengawalan negara Indonesia untuk mencapai tujuan dalam bernegara.
            Sebagai mana dilansir di situs internet ( Wikipedia ) menyebutkan bahwa Organisasi Kemasyarakatan atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang digunakan di Indonesia dimana organisasi tersebut berbasis massa yang tidak bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai politik. Ormas dapat dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan, misalnya: agama, pendidikan, sosial.
            Sebagaimana kita ketahui  bersama bahwa pada beberapa waktu lalu kita di hebohkan, dengan pengajuan daft RUU Ormas yang pada akhirnya RUU Ormas tersebut telah di sahkan pada tanggal 2 juli 2013 yang di lakukan             secara proses voting. Menurut Dirjen Kesbangpol Kemendagri yakni                          Tanribali lemo, dalam proses voting tersebut, sebanyak 311 anggota DPR                                menyetejui RUU tersebut disahkan, sedangkan 50 anggota menolak.                                                         ( Tribunnews.com, Selasa, 22/10/2013 )
            Pada dasarnya proses pengajuan RUU Ormas ialah untuk merevisi UU No. 8 tahun 1985 atau dikenal dengan NGO ( Non Goverment Organization ) yang banyak mendapatakan penolakan dari sejumlah masyarakat, mahasiswa serta ormas itu sendiri. Akademisi sekaligus peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ), Syamsudin Haris, menilai RUU Ormas punya cara pandang yang salah, pasalnya RUU Ormas melihat masyarakat sebagai sumber ancaman bagi pemerintah serta masyarakat dianggap juga sebagai sumber konflik dan disentegrasi bangsa sehingga perlunya mengatasi masalah itu dengan membentuk RUU ORMAS. ( Republik.co.id, Selasa, 22/10/2013 )
            Masyarakat yang di katakan diatas sebagi sumber ancaman dan disentegrasi bangsa merupakan pandangan yang benar – benar dapat merubah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahaan yang ada. Ancaman yang dirasakan oleh pemerintah merupakan suautu wujud dari kehawatiran pemerintah yang berlibihan, kehawatiran pemerintah tesebut sehingga dianggap perlu bagi mereka membuat UU Ormas. Pandangan seperti ini merepukan pandangan yang sangatlah  keliruh, seharusnya pemerintah lebih mengoptimalkan peren dan fungsi dari lembaga – lembaga penegak hukum, seperti kepolisian bukan malah membuat atauran yang mencuragai masyarakat sehingga berpotensi besar menimbulkan konflik antara kelompok di masyarakat.
            Dalam drat RUU Ormas  tersebut, pada pasal 1 disebutkan bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dalam kacamata masyarakat awam pada pasal 1 ini yang mendefinisikan pengertian ormas tidaklah bententang, akan tetapi apa bila kita perhatikan secara seksama, bahwa terjadi diskriminasi serta sebuah upaya dari pemerintah untuk mengawasi segala bentuk kebebasan.
            Lebih jauh lagi dalam pasal 9 ( I ) UU No. 2 Tahun. 2008 menyatakan bahwa “ asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 “ berbeda halnya dengan ormas.Dari sini sangatlah terlihat jelas nuansa deskriminasi para legislator yang memaksakan ketentuan pada ormas yang tidak diberlakukannya pada kelompoknya sendiri, lebih parahnya lagi dalam draft RUU Ormas tersebut pada pasa 2 dikatakan bahwa asas ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang sangatlah mencederai sistem demokrasi di Indonesia.
            Diskriminasi dan pengawasan dari pemerintah inilah yang tidakalah memposisikan ormas untuk dapat menyalurkan aspirasi bedasarkan kebebasan atas meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 28 E ( E ), melainkan haruslah berdasarkan pancasila bukan hati nurani dari masyarakat sehingga berindikasikan bahwa kekuasaan yang dulunya telah dilengserkan dengan semangat para pemuda bangasa ( mahasiswa ) akan terulang kembali dengan lahirnya UU Ormas ini.
            Proses pengajuan RUU ORMAS hingga pengasahannya banyak mengalami kecaman dari berbagai pihak karena mereka menuding bahwa RUU Ormas merupakan pintu kembalinya razim represif ala orde baru. Pada RUU Ormas tersebut setiap ormas wajib mencantumkan pancasila sebagai asas utama, setelah itu  ormas boleh mencantumkan asas ciri masing – masing, terlebih lagi RUU Ormas ini juga dapat menjadikan pembenaran pemerintah untuk melakukan kontrol gerak ormas. Dengan kata lain pemerintah mengekan kebebasan dan menghalangi ormas untuk melakukan kontrol dan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dapat mengindikasikan pemerintahan yang bersifat oteriter ujar Jeirry Sumampow. ( Arrahman.com, Selasa, 2/10/2013 )
            Kembalinya pemerintahan yang bersifat oteriter merupakan mimpi buruk bagi seluruh masyarakat Indonesia, sehingga penelokan – penolakan yang sering dilontarak oleh masyarakat baik tergabung dalam ormas atau tidak merupakan sikap yang  dirasakan wajar, yang tidak mau hak mereka sebagai warga negara dalam sistem domkrasi ini terenggut dengan berlakunya RUU Ormas, bukan hanya itu lewat RUU Ormas tersbut juga pihak ketiga dapat mengajukan gugutan melalui sanksi perdapat terhadap seluruh lembaga – lembaga ormas yang dirasakan telah menyalai UU Ormas.
            Demokeasi adalah suatu sistem pemerintah dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat, sehingga kepentingan rakyatlah yang harus di prioritaskan bukan kepentingan golongan tertentu yang dapat mencederai domokrasi. Akan tetapi realitanya bahwa, prinsip demokrasi tidaklah benar - benar terealisasi secara terintegral, hal ini terbukti dengan disahkannya RUU Ormas yang dapat menimbulkan hegemoni kekuasaan.
            Wajah asli demokrasi telah tampak, dimana demokrasi hanyalah milik oleh segelintir orang yang mempunyai kekuasaan dan kepentingan bukan murni untuk rakayat. Pemerintah seakan akan buta, tuli dan bisu atas  apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar dan apa yang mereka tidak bisa perjuangakan aspirasi masyarakat bahwa sebenarnya UU Ormas ini benar benar mencederai domokrasi dan tidak memihak kepada rakyat. Apakan ini yang dinamakan oleh pemerintah dengan demokrasi ?
            Mahasiswa sering dikatakan sebagai agen perubah ( agent off change ), dan bukan hanya itu, mahasiswa juga mempunya posisi strategis dalam bernegara dimana mahasisiwa merupakan penyambung lidah dari masyarakat yang awam kepada para pemangku pemangku kepenting. Untuk itu dengan tulisan ini saya mengaja kepada teman – teman mahasiswa sebagai agen perubah untuk sama – sama membela hak - hak dari masyarakat yang sering termarjinalkan atas kebijakan - kebijakan yang tidak memihak pada masyarakat.

“ Tunduk tertindas atau bengkit melewan, karena diam adalah penghianatan”

Penulis,


Jusuf. T Polimengo