Jeritan Rakyat ; Tercederainya Sistem Demokrasi Di Indonesia
Indoensia adalah
negara majemuk, yang kemudian
kemajemukan haruslah di lindungi, di hormati dan di lestarikan sebagaimana
diwujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kemajumukan inilah
sehingga timbul pemahaman bahwa toleransi antara setiap perbedaan baik suku,
budaya maupu, agama suatu keniscayaan yang kita tidak dapat dingingkari di
negara kepulauan ini. Indonesia juga adalah negara yang jumlah masyarakatnya
peringkat ketiga terbanyak di seluruh dunia dan bukan hanya itu, jumlah umat
islam terbanyak di seluruh dunia pun berada di negara kepulauan ini.
Berlandasakan pada
kemajemukan dan sikap toleransi serta di dukung oleh persamaan hak sebagai mana
diistilahkan dengan HAM ( Hak asasi
manusia ) itulah maka lahairnya pemahaman bahwa setiap manusia memilikia
kebebasan berpemdapat sebagai mana di atur dalam UUD tahun, Pasal 28, bahwa
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Lebih lanjut
pengertian kemerdekaan mengemukakan pendapat dinyatakan dalam Pasal 1 (1) UU
No. 9 Tahun 1998, bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap
warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan yang berlaku. Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 juga mengatur tentang
mengemukakan pendapat di muka umum. Pengertian di muka umum adalah di hadapan
orang banyak atau orang lain, termasuk tempat yang dapat didatangi dan/atau
dilihat setiap orang.
Bukan hanya itu,
UUD juga menegaskan bahwa setiap warga negara juga berhak menyatakan pikiran
dan sikap sebagaimana termaktub dalam
UUD 1945 Pasal 28 E ( E ) yang berbunyi, bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan
hati nuraninya.
Berlatar belakang inilah , maka mulai bermunculan
pemikiran pemikiran dari masyarakat, bagaimana mereka bisa menyampaikan aspirasi - aspirasi meraka, baik
yang menyangkut perpolitikan, agama sosial dan budaya. Dari sinilah
maka lahirnya apa yang di namakan ormas ( Organisasi Kemasyarakatan ) sebagai wujud perjuang masyarakat dalam
mengawasi serta mengikutsertakan dalam proses pengawalan negara Indonesia untuk
mencapai tujuan dalam bernegara.
Sebagai mana dilansir di situs
internet ( Wikipedia ) menyebutkan bahwa Organisasi Kemasyarakatan atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang digunakan di Indonesia dimana organisasi
tersebut berbasis massa yang
tidak bertujuan politis. Bentuk
organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai politik. Ormas dapat
dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan, misalnya: agama, pendidikan, sosial.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada beberapa waktu lalu kita
di hebohkan, dengan pengajuan daft RUU Ormas yang pada akhirnya RUU Ormas tersebut
telah di sahkan pada tanggal 2 juli 2013 yang di lakukan secara proses voting. Menurut
Dirjen Kesbangpol Kemendagri yakni Tanribali lemo, dalam proses
voting tersebut, sebanyak 311 anggota DPR menyetejui RUU
tersebut disahkan, sedangkan 50 anggota menolak.
( Tribunnews.com, Selasa, 22/10/2013 )
Pada dasarnya proses pengajuan RUU Ormas
ialah untuk merevisi UU No. 8 tahun 1985 atau dikenal dengan NGO ( Non
Goverment Organization ) yang banyak mendapatakan penolakan dari sejumlah
masyarakat, mahasiswa serta ormas itu sendiri. Akademisi sekaligus peneliti
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ), Syamsudin Haris, menilai RUU Ormas
punya cara pandang yang salah, pasalnya RUU Ormas melihat masyarakat sebagai
sumber ancaman bagi pemerintah serta masyarakat dianggap juga sebagai sumber
konflik dan disentegrasi bangsa sehingga perlunya mengatasi masalah itu dengan
membentuk RUU ORMAS. ( Republik.co.id, Selasa, 22/10/2013 )
Masyarakat yang di katakan diatas
sebagi sumber ancaman dan disentegrasi bangsa merupakan pandangan yang benar –
benar dapat merubah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahaan yang ada.
Ancaman yang dirasakan oleh pemerintah merupakan suautu wujud dari kehawatiran
pemerintah yang berlibihan, kehawatiran pemerintah tesebut sehingga dianggap
perlu bagi mereka membuat UU Ormas. Pandangan seperti ini merepukan pandangan
yang sangatlah keliruh, seharusnya
pemerintah lebih mengoptimalkan peren dan fungsi dari lembaga – lembaga penegak
hukum, seperti kepolisian bukan malah membuat atauran yang mencuragai
masyarakat sehingga berpotensi besar menimbulkan konflik antara kelompok di
masyarakat.
Dalam drat RUU Ormas tersebut, pada pasal 1 disebutkan bahwa
Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang
didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan
aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dalam kacamata masyarakat awam
pada pasal 1 ini yang mendefinisikan pengertian ormas tidaklah bententang, akan
tetapi apa bila kita perhatikan secara seksama, bahwa terjadi diskriminasi
serta sebuah upaya dari pemerintah untuk mengawasi segala bentuk kebebasan.
Lebih jauh lagi
dalam pasal 9 ( I ) UU No. 2 Tahun. 2008 menyatakan bahwa “ asas partai
politik tidak boleh bertentangan dengan pancasila dan Undang – Undang Dasar
1945 “ berbeda halnya dengan ormas.Dari sini sangatlah terlihat jelas
nuansa deskriminasi para legislator yang memaksakan ketentuan pada ormas yang
tidak diberlakukannya pada kelompoknya sendiri, lebih parahnya lagi dalam draft
RUU Ormas tersebut pada pasa 2 dikatakan bahwa asas ormas tidak bertentangan
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yang sangatlah mencederai sistem demokrasi di Indonesia.
Diskriminasi dan
pengawasan dari pemerintah inilah yang tidakalah memposisikan ormas untuk dapat
menyalurkan aspirasi bedasarkan kebebasan atas meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya disebutkan dalam UUD 1945 Pasal
28 E ( E ), melainkan haruslah berdasarkan pancasila bukan hati nurani dari
masyarakat sehingga berindikasikan bahwa kekuasaan yang dulunya telah
dilengserkan dengan semangat para pemuda bangasa ( mahasiswa ) akan terulang
kembali dengan lahirnya UU Ormas ini.
Proses pengajuan RUU ORMAS hingga
pengasahannya banyak mengalami kecaman dari berbagai pihak karena mereka
menuding bahwa RUU Ormas merupakan pintu kembalinya razim represif ala orde
baru. Pada RUU Ormas tersebut setiap ormas wajib mencantumkan pancasila sebagai
asas utama, setelah itu ormas boleh
mencantumkan asas ciri masing – masing, terlebih lagi RUU Ormas ini juga dapat
menjadikan pembenaran pemerintah untuk melakukan kontrol gerak ormas. Dengan
kata lain pemerintah mengekan kebebasan dan menghalangi ormas untuk melakukan
kontrol dan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dapat mengindikasikan
pemerintahan yang bersifat oteriter ujar Jeirry Sumampow. ( Arrahman.com,
Selasa, 2/10/2013 )
Kembalinya pemerintahan yang bersifat
oteriter merupakan mimpi buruk bagi seluruh masyarakat Indonesia, sehingga
penelokan – penolakan yang sering dilontarak oleh masyarakat baik tergabung
dalam ormas atau tidak merupakan sikap yang
dirasakan wajar, yang tidak mau hak mereka sebagai warga negara dalam
sistem domkrasi ini terenggut dengan berlakunya RUU Ormas, bukan hanya itu
lewat RUU Ormas tersbut juga pihak ketiga dapat mengajukan gugutan melalui sanksi
perdapat terhadap seluruh lembaga – lembaga ormas yang dirasakan telah menyalai
UU Ormas.
Demokeasi adalah suatu sistem
pemerintah dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat, sehingga kepentingan
rakyatlah yang harus di prioritaskan bukan kepentingan golongan tertentu yang
dapat mencederai domokrasi. Akan tetapi realitanya bahwa, prinsip demokrasi
tidaklah benar - benar terealisasi secara terintegral, hal ini terbukti dengan disahkannya
RUU Ormas yang dapat menimbulkan hegemoni kekuasaan.
Wajah asli demokrasi telah tampak,
dimana demokrasi hanyalah milik oleh segelintir orang yang mempunyai kekuasaan
dan kepentingan bukan murni untuk rakayat. Pemerintah seakan akan buta, tuli
dan bisu atas apa yang mereka lihat, apa
yang mereka dengar dan apa yang mereka tidak bisa perjuangakan aspirasi
masyarakat bahwa sebenarnya UU Ormas ini benar benar mencederai domokrasi dan
tidak memihak kepada rakyat. Apakan ini yang dinamakan oleh pemerintah dengan
demokrasi ?
Mahasiswa sering dikatakan sebagai
agen perubah ( agent off change ), dan bukan hanya itu, mahasiswa juga mempunya
posisi strategis dalam bernegara dimana mahasisiwa merupakan penyambung lidah
dari masyarakat yang awam kepada para pemangku pemangku kepenting. Untuk itu
dengan tulisan ini saya mengaja kepada teman – teman mahasiswa sebagai agen
perubah untuk sama – sama membela hak - hak dari masyarakat yang sering
termarjinalkan atas kebijakan - kebijakan yang tidak memihak pada masyarakat.
“ Tunduk
tertindas atau bengkit melewan, karena diam adalah penghianatan”
Penulis,
Jusuf. T Polimengo